Selasa, 28 Juli 2015

Prolog Demam




Malam terbaring di kaki ranjang
Setelah tujuh bersin berkumandang
Terbit air mata menggalur pipi
Lupa diseka zigzag kanan kiri
Tersebab menerjang badai di hari siang
Selewat terminal Cicaheum macet menghadang
Isi media mengiris kehilangan wahana
Lebih tujuh belas hari sebelah selatan samudra
Mengakses satelit pengedar segala cuaca
Sebuah kepastian yang mengukir tanya
Kemana burung terbang semasa langit cerah
Apatah arus dingin bawah laut memeluk erat jenazah
Tidak terangnya sebuah pengkhianatan
Letupan gelembung ketidaktahuan
Usia berapa untuk menjadi bijaksana
Atau selamanya kurcaci birawa?

Bandung, 25 Maret 2014

Salah Sambung




Baru selesai mandi ketika nada dering meraung
Menatap bantal sarung coklat dan telepon genggam hitam retak
Ku tak punya ringtone yang semarah itu
Seharusnya ku berkeliaran di hutan lindung
Berteman bekantan, tapir, anoa atau badak
Bukan berselancar di dunia maya menggoogle 'how to let the universe work for you'
Gema suara telpon semakin garang
Membuat ku menelengkan kepala ke dinding
Telinga berdenging mengantar nyeri
Frekuensi yang mendistorsi waktu dan ruang
Membantun lututku tertekuk miring
Nyaris terkapar tak sadar diri
Udara mendadak terberangus kabut
Tangan menggapai nafasku tersekat
Hampir putus nyawa minggat dari raga
Merangkak gemetar mencapai sudut
Meraba mencari koleksi obat
Dan tiba-tiba saja sakit itu sirna
Ruang waktu kembali utuh
Sunyi mencekam setelah guruh
Panggilan dari nomor tak dikenal
Gumam perlahan: 'Sial!'

Bandung, 19 Maret 2014

Laron Menerjang Lilin



Terang hari dan kita nyanyi
Lagu yang belum tercipta
Karna bunyi terindah masih kuncup
Mesti dipupuk komedi romansa elegi
Di bawah sungai meriak harmonika
Bahana sejauh pandang dekat menyayup
Dan tiba pertanda opus kan mekar
Ketika bintang berkelip merah jambu
Menggurat langit hujan seharian
Ufuk sebelah barat merah terbakar
Di balik bayang rimbun hutan bambu
Balada anak manusia tiga zaman
Dan fokus pada satu titik api
Sekali berarti dan sekali mati

Bandung, 18 Maret 2014

Bangun dan Bingung



Terlalu letih 'tuk meniti puisi
Setengah terpejam di bilah nada
Menggantung awan yang esok hilang
Somnambulis menyusur tepi perigi
Hentakan dingin sedar terjaga
Nanar membenam malam tak tau pulang

Bandung, 17 Maret 2014

Diktum Rindu



Jeruji yang mengurung dunia luar
Pintu tak kasat mata hanya terbuka oleh kunci magis
Bertatahkan toleransi dan empati
Bila mantra terucap dari lidah yang sadar
Bahwasanya ekuilibrium mekar jika harmonis
Dan singularitas menutup kembang tak jadi
Berhenti karna keabadian tak menyisakan ruang
Kias asap jin menyublim dalam lentera
Waktu tak undur digagas relativitas
Sepasang kekasih adalah sejarah berulang
Berputar di aula laksana jentera
Meluncur anggun diiringi orkestra minuet megah
Bilangan bermula asal tiada
Kembali dalam siklus gasal
Membentuk titik empat dimensi
Diasuh lima gaya fisika
Sekali tertarik kedua terpental
Sepasal asmara berbalur problema
Tapi cinta tak kan lari
Biar diancam mata belati

Bandung, 16 Maret 2014

Mimpi Buruk Anak Adam




Jangan mengira ini akhir semua bencana
Ketika lubang menganga dan kau berdiri termangu menelan ludah
Gelembung misterius melayang memancarkan gelombang putus asa
Dan wajah-wajah tanpa nama mematung bertengadah
Tersihir sinar lembayung merah jingga
Menyapu kabut tebal di dasar lembah
Dari kitab yang menukil sembilan belas nubuat
Ini hanya awal dari rangkaian azab
Premis yang mutlak benar untuk suatu akibat
Yang dimulakan oleh sederet sebab
Ketika chaos dan entropi membuka gerbang kiamat
Mesin yang paling canggih gagal menghisab
Dan kau kan melihat kilas balik riwayat hidup
Terlontar ke dunia mungil dan merah
Di bawah matahari tua yang makin redup
Menghirup oksigen tipis tersengal gerah
Memangsa lebih dari bertahan hidup
Karena kau sangka itu kuasa sebagai kalifah
Dari berjuta spesies yang melata di wajah bumi
Kenapa cuma kau yang merusak ekologi?

Bandung, 15 Maret 2014

Rindu Tak Sudah Jua



Sejarak kerinduan yang tak kunjung sudah
Kasih, tak berlalu bintang meski dihalau mentari pulang
Jangan sendiri berkurung sunyi
Karena sebelum berakhir akan menjadi indah
Sebagai madah pujangga gemilang
Membayang rona bening cermin hati

Bandung, 11 Maret 2014