Selasa, 18 Februari 2014

Mati Listrik

Apa yang ada dalam pikiranmu ketika malam tak berlampu hanya sebatang lilin nanar di balik kelambu?
Secangkir teh yang tak lagi hangat digigit udara dingin ngilu beku
Tak ada kunang-kunang yang berpendar melambung rendah di pematang sawah karena pestisida jahanam membantai kaum mereka
Sunyi surau karena santri tak lagi mengaji dikejar tugas matematika
Sepi tangis bayi disumpal botol berisi susu sapi inseminasi
Sekali dua derit panjang ranjang desah hela nafas memburu suami istri
Dan di emperan halte si gila terlelap dalam mimpi surealistik 
Dikeroyok bidadari berkimono sutera bermotif batik



Bandung, 30 Januari 2014

Madah Hijrah

Mungkin buat kalian kisah hidupku semurah roman picisan
Hingga perlu ditabur bumbu penyedap kabar angin selaksa topan

Atau karena bahagia ku sebagai manusia biasa terlalu transparan
Maka kalian tuangkan hitam dengki biru sendu dan kelabu muram?

Ku arungi ujung semesta sebagai makhluk papa tak bernama
Melingkar jalan menjauh tak tergaris di peta
Agar wabah yang kalian tularkan tak menjadi kusta
Buntungkan jari pemetik dawai kecapi ratapan jiwa
Lumpuhkan lidah penyair penggubah indah madah sonata
Memasung tungkai pengelana berikut terompah usang dan pelana unta

Semakin kalian coba mendekat membuhul jerat memasang perangkap
Naluri bertahan insan terdesak kan menjadikan ku tak kasat mata hilang lenyap

Biarkan aku menapak hitungan hari sisa usia
Bersama dia yang mencinta dan kucinta

Maka kan kubebaskan dosa kalian dalam sebuah doa



Bandung, 29 Januari 2014

She Will Be Loved



dalam malam diguyur deras hujan
di sudut cahaya temaram lampu jalanan
berpendar lesu memayungi bangku taman rusak
mengintai sepenggal senyum yang retak



Bandung, 27 Januari 2014

Litani Pedih Hati

Masa lalu hanyalah rumor
Tapi acap mengganas bak tumor
Karena dinasab perawi berlidah ular
Yang sesuci tahi dan sebenar dajjal

Kau hanya perlu tersenyum
Dan menelan airmata darah
Diam dalam mahfum
Amarah ditindas pasrah



Bandung, 27 Januari 2014

Dancing Queen

Tengah ahad berlindung pada tatap surya yang sebelumnya dirindu
Setelah kidung lama tak lagi menyusup kalbu
Setiap hari baru adalah sesuatu
Ah.....l'amour, comment vas-tu?



Bandung, 26 Januari 2014

Haiku Satu Sabtu

Pekan dihujung malam mengingatkan akan lelaki yang membungkus sunyi dengan komedi dan puisi
Yang menyusur peta berskala tak terhingga demi kehangatan secangkir kopi dikecup bibir berdua
Pagut dalam selimut mengusir tiris musim hujan didihkan hasrat ragawi
Menjemput pagi di balik gunung dengan separuh nanar tersandung bahagia



Bandung, 24 Januari 2014

Daur Semesta

Monolog ketika kau dan aku berdialog sebagai satu. Satu yang ambigu disebabkan pantulan cermin konkaf pada titik api suryakanta pembaca surat madah sukma pelaut baya yang telah melempar sauh pinisi purba di tepi batas cakrawala dan kembali sebagai muda belia pelontar harpun memburu cakalang raksasa di sembilan samodera. Samodera kelima dan ketujuh gaib ke alam bunian tempat bertahta puteri hijau yang konon rupa eloknya ditapis sembilan puluh sembilan cadar rupaneka warna tapi kurang selapis sehingga penapisan tak jimat suatu apa karena paras rupawati puteri berseri menggapai negeri naga langit. Langit tempat naga memasygulkan bulan dan memerintah sebagai tiran despot bercakar baja dengan sisik uranium terjerat biru rindu akan raut peri puteri hijau yang berkuasa di negeri yang laun hilang. Hilang dalam suara gumam revolusi bintang ziarah ketiga bola cahaya di kuadran luar kisaran bintang laksana drama hipotesis sesuatu monolog.



Bandung, 24 Januari 2014