Senin, 27 Juli 2015

Sumpah Hijrah



Menguak misteri lapis demi lapis
dalam gerah malam
Lupa lelap yang berkubang
Memecah telik sandi antagonis
di lantai buram
Jejak rekam nyaris hilang
Sejuta kata di ujung lidah kelu
tak bermakna
Tanpa cermin di sisi ranjang
Memantulkan wajah ulung penipu
aliansi pendusta
Berkedok ayat-ayat panjang
Berkubanglah dalam lupa
Tapi ruang bukti
Menyimpan data garis sejarah
Yang membalik laras senjata
Tepat di ulu hati
Sutradara drama tragis tamsil fitnah
Jika kebohongan
yang kalian khutbahkan
Dan gosip murahan
sebagai kajian
perayaan milad nabi tuhan
Doaku akan jadi kutukan
Dan namaku akan tertulis di masing-masing batu nisan

Bandung, 9 Februari 2014

Keep Calm



Sebatang cokelat
menghadang demam
kepulan asap
membunuh
Berkhayal teknologi
mekanika fisika
mengunci diam
retak tulang sendi
Antara medieval
dan postmo
bukan antithesis
komplementari
Sebagai kata kunci
penunjuk jalan
alternatif solusi
inovasi
Mungkin diam
rujukan psikohistorian
sebagai jawaban
semesta soalan

Bandung, 8 Februari 2014

Oleh Karena



Menulis puisi mungkin karena genit berekspresi daripada bolak balik memperbarui gambar profil dengan foto selfie dibantu tongsis - tongkat narsis buat yang ingin motret diri sendiri dengan gawai canggih, buat yang belum tau sekarang aku kasih tau - yang diperhalus dengan kamera tiga enam puluh dan hasilnya lebih halus daripada wajah artis yang punya juru rias pribadi.
Atau muntahan lara isi tembolok remaja atau yang merasa usia kepala empat atau lima sebagai muda sedang galau bete karena jablay jomblo atau diselingkuhi sama temen sendiri atau bbm cuma delip tak dibaca inbox dicuekin malam minggu dianggurin kantong robek bahan bakar cekak.
Atau dapat wangsit lagi boci mimpi istimewa pakai telor karetnya dua jangan lupa dikasih acar bawang dan cabe rawit lima, nomer jitu atau perintah ikut mengusung partai jadi tim sukses memulai karir sebagai pemotivasi cara jadi kaya raya hanya dengan sepengki tanah atau apa sajalah.
Atau karena menulis puisi adalah sebuah rutinitas seperti bernafas bercinta dan bersedekah.

Bandung, 7 Februari 2014

Fraktal Rindu


Merehatkan sebelah kaki
Memberi jeda pada dinamika ragawi
Simpul pikir yang mengurai terburai
Mencamkan para cheb mengusung Rai
Kadang terlupa pada jera
Hingga sepucuk nyeri mendera
Namun tergerus rindu sebentuk hati
Penantian mengintai fajar dini hari
Mungkin jam dinding yang berdentang
Hanya sebaris puisi usang
Tapi perindu menjaring denting mandolin
Dari resah gelisah desahan angin
Dan ketika bulan tersaput halimun
Menyesatkan haluan perahu lanun
Pungguk tak surut dendam merindu
Di puncak gunung berkabut ungu
Merehatkan sebelah kaki
Menarik tegas garis demarkasi
Antara album berdebu masa silam
Dan sebuah cinta yang tak pernah padam

Bandung, 6 Februari 2014

Puisi Tanpa Puisi

Telanjang ku di sini
tanpa jubah puisi
dingin berpeluh
tunggu subuh

Bandung, 3 Pebruari 2014

Stanza Keheningan


Bunyikan sesuatu sebelum sunyi mendera
Tegakkan pataka cegah sandung petaka
Nyatakan daripada meneguk harga diri paksa
Lara diri hanya pelupaan mimpi
Pengisi dinding status ratapan terkini
Mencoba jawab tanya mengapa sebelum begini
Saat peluk menggapai hapus duka
Memilih damba cinta yang terpendam lama
Katakan kasih bila waktunya tiba
Karna selamanya satu kejap mata
Tak terhingga masih terbilang angka
Terjerembab di puncak piramida pesona
Bukan bertaman wijayakusuma pagi hari
Amsal ku ingin menggenggam hati
Hadir di sisimu dan tak pernah pergi
Bunyikan sesuatu sebelum sunyi mendera
Karna selamanya satu kejap mata
Di sisimu hadir janji pasti ku nyata

Bandung, 2 Pebruari 2014

Sagon L'Amour



Setoples sagon berbentuk hati
Mocaccino instan hangat seduhan sendiri
Lemburku melepas malam minggu ini

Bandung, 2 Pebruari 2014